Mengacuhkan dan Memilih Terluka
Pernah
gak kalian mengacuhkan omongan orang tua ter-utama mamah kalian sendiri? Jika
pernah mungkin pengalaman saya kali ini bisa menjadi acuan kalian agar tidak
mengacuhkan atau menganggap masa bodo omongan yang keluar dari mulut mamah kalian
sendiri.
Jadi
ceritanya dimulai saat saya masih duduk dibangku TK dan saat itu saya sedang
bermain dengan sepupu saya. Pada saat itu imajinasi kami sangat tinggi hingga
kami membayangkan bermain seluncur air dengan cara kita naik ke atas kursi dan
yang dibawah adalah air laut yang membawa ombak yang sangat tinggi dan dapat
kami taklukan. Hingga berulang kali kami melakukan loncatan dari atas kebawah
tanpa memikirkan akibat yang akan kami dapatkan nanti.
Hingga
mamah saya geram melihat kelakuan kami berdua dan mulai mengatakan “kalian bisa
diam tidak? Celaka! Jangan bermain seperti itu dan juga sudah adzan dzuhur
cepat pergi tidur siang dan berhenti bermain seperti itu” kemudian mamah saya
pergi keluar untuk membereskan halaman rumah. Setelah itu kami hanya meng-iya
kan saja terdiam sebentar dan setelah adzan berhenti kami mulai melakukan hal
itu lagi, tanpa menghiraukan perkataan yang keluar dari mulut mamah saya.
Lalu
perkataan mamah pun terbukti dengan jatuhnya saya dan terkenalah dagu ini
menghantam tembok lalu timbul suara “DUG” yang begitu keras. Oh ya jika kalian
ingin membayangkan posisi saya waktu itu tengkurap seperti kodok yang tidak
bisa menahan kepalanya. Dan saat itu pula kami bergegas pergi kerumah nenek
yang berada persis sebelah rumah saya karena takut dimarahi oleh mamah.
Sesampainya
dirumah nenek, nenek kaget dan bingung harus berbuat apa hingga dia
memerintahkan sepupu saya untuk pergi membeli plester untuk menutupi luka
didagu yang robek akibat hantaman yang begitu keras. Tak lama sepupu saya
datang membawa plester dan langsung ditempelkan oleh nenek ke dagu saya.
Naasnya
kami meninggalkan jejak darah saya yang berceceran yang menuju ke rumah nenek, sampailah
mamah dirumah nenek dengan megikuti jejak itu dan hanya menggelengkan kepala
sembari bilang “kerasa kan? Ayo pulang kita ke dokter”. Lalu saya mengikuti
perintah mamah, kami bertiga yaitu mamah, saya dan sepupu saya pergi ke dokter
dan antri menunggu giliran dipanggil. Tadaaa dagu saya dijahit 3 jahitan dan
selama seminggu saya tidak bisa membuka mulut saya seperti biasanya. Dan sampai
sekarang bekas jahitan ini ada dan jika saya sedang berdiri dihadapan cermin
saya selalu tersenyum ingat akan cerita dibalik luka di dagu saya.
Selesai
deh hehe jadi temen-temen semua kalian harus selalu mendengarkan perkataan
orang tua kalian yaa jangan dianggap sepele perkataan yang dilontarkan orang
tua kalian, karena mereka sayang terhadap kalian dan tidak mau melihat kalian
sakit ataupun hal buruk lainnya yang akan menimpa kalian.
Komentar
Posting Komentar